Mari kita bercerita tentang seorang pemuda pemimpin suatu bangsa yang digadang-gadang akan berjaya di tanah legenda, Roma. Siapakah dia?
Muhammad Al-Fatih, juga dikenal sebagai Sultan Mehmed II, adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Dinasti Turki Usmani. Lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne, ia dikenal sebagai penakluk Konstantinopel yang mengakhiri Kekaisaran Bizantium dan membuka jalan bagi kebangkitan Kesultanan Usmani sebagai kekuatan besar di dunia.
Foto Background Masjid Al Fatih, Istanbul Turki
Penaklukan Konstantinopel
Muhammad Al-Fatih naik tahta pada usia 21 tahun setelah kematian ayahnya, Sultan Murad II. Salah satu pencapaian terbesar dan yang paling dikenal dari kepemimpinannya adalah penaklukan Konstantinopel pada 29 Mei 1453. Dengan memanfaatkan teknologi militer terbaru pada masanya, termasuk meriam besar yang dirancang oleh Urban, seorang ahli artileri Hungaria, Muhammad Al-Fatih berhasil menembus tembok tebal kota yang telah berdiri selama lebih dari seribu tahun.
Penaklukan ini bukan hanya merupakan pencapaian militer, tetapi juga memiliki dampak besar terhadap perdagangan dan politik global. Konstantinopel, yang kemudian berganti nama menjadi Istanbul, menjadi ibu kota baru Kesultanan Usmani dan pusat kebudayaan serta perdagangan.
Ilustrasi Sultan Mehmed II/ Muhammad Al Fatih saat pengepungan Konstantinopel
Masjid Al-Fatih
Untuk merayakan kemenangan besar tersebut, Muhammad Al-Fatih membangun Masjid Al-Fatih di Istanbul. Masjid ini dibangun di lokasi bekas Gereja Apostles yang dihancurkan selama penaklukan. Masjid Al-Fatih, yang selesai dibangun pada tahun 1470, menjadi simbol kejayaan dan kebesaran Dinasti Usmani. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan dan kebudayaan. Di kompleks Masjid Al-Fatih, terdapat sekolah, perpustakaan, rumah sakit, dan pasar. Arsitektur masjid ini mencerminkan gaya klasik Turki dengan pengaruh Bizantium, memperlihatkan perpaduan antara tradisi Islam dan warisan lokal.
Makam Sultan Mehmed II/ Muhammad Al Fatih
Makam Sultan Muhammad Al-Fatih
Sultan Muhammad Al-Fatih wafat pada 3 Mei 1481 dan dimakamkan di dekat Masjid Al-Fatih. Makamnya menjadi tempat ziarah bagi banyak orang yang ingin menghormati jasanya dalam mengubah sejarah. Makam ini dikelilingi oleh taman yang indah dan sering dikunjungi oleh wisatawan serta umat Islam dari berbagai penjuru dunia.
Kiprah dan Warisan
Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih tidak hanya dibatasi pada penaklukan militer. Ia juga dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Setelah menaklukkan Konstantinopel, ia menerapkan kebijakan yang mendukung keberagaman agama dan budaya. Umat Kristen dan Yahudi diberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah mereka dan tetap tinggal di kota tersebut.
Muhammad Al-Fatih juga memajukan pendidikan dan seni. Ia mendirikan banyak sekolah dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan seni rupa. Warisannya sebagai penakluk, pemimpin, dan pelindung seni serta ilmu pengetahuan menjadikannya sebagai salah satu sultan terbesar dalam sejarah Usmani.
Berziarah ke Makam Muhammad Al-Fatih
Berziarah ke makam Sultan Muhammad Al-Fatih adalah pengalaman yang mendalam bagi banyak orang. Di tempat ini, para peziarah mengenang keberanian dan kebijaksanaan seorang pemimpin yang berhasil mengubah arah sejarah. Mereka datang untuk berdoa, mencari inspirasi, dan menghormati jasa-jasanya.
Makam Sultan Muhammad Al-Fatih terletak di sebuah kompleks yang juga menjadi bagian dari sejarah Islam yang kaya. Ziarah ke tempat ini memberikan kesempatan untuk merasakan kekuatan spiritual dan menyaksikan langsung warisan arsitektur yang megah.
Muhammad Al-Fatih adalah tokoh yang tak hanya diingat sebagai penakluk besar, tetapi juga sebagai pemimpin yang visioner dan pelindung kebudayaan. Warisannya terus hidup melalui bangunan-bangunan bersejarah, kebijakan-kebijakan bijaksananya, dan inspirasi yang diberikan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Muhammad Al Fatih berkata “Ambillah dariku pelajaran ini. Aku hadir ke negeri ini bagaikan seekor semut yang kecil, lalu Allah memberi nikmat yang demikian besar ini maka berjalanlah seperti yang aku lakukan. Bekerjalah engkau untuk meninggikan agama Allah ini dan hormatilah ahlinya. Janganlah engkau hamburkan harta negara, berfoya-foya dan menggunakannya melampaui batas yang semestinya. Sungguh itu semua adalah sebab-sebab terbesar datangnya kehancuran.”
Author: Budi Prasetyo Margono, M.Pd (Guru SKI)